03 Juli 2009

MANAJEMEN DANA MASYARAKAT UNTUK PENGEMBANGAN PROSES PEMBELAJARAN

A. Pendahuluan
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Berbagai kajian di banyak Negara menunjukan kuatnya hubungan antara pendidikan (sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia manusia) dengan tingkat perkembangan bangsa-bangsa tersebut yang ditunjukkan oleh berbagai indikator ekonomi dan sosial budaya. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan yang merata, bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakatnya.
Pembangunan nasional yang kita laksanakan adalah manifestasi tanggung jawab kebangsaan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Pembangunan bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah ersama masyarakat merupakan upaya pengejawantahan salah satu cita-¬cita nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses pencerdasan bangsa dilakukan baik melalui jalur sekolah maupun jalur luar sekolah. Pada gilirannya, kesempatan mem¬peroleh pendidikan untuk semua (education for all) semakin dirasakan masyarakat, karena pendidikan dijadikan kebutuhan pokok (basic needs) dalam kehidupan masyarakat.
Kemudian, pembangunan bidang pendidikan mengemban misi pemerataan pendidikan yang menimbulkan ledakan pendidikan (education explosion). Hal itu memberikan peningkatan mutu secara sangat signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia (human resources development) bangsa kita. Strategi pendidikan nasional ketika itu adalah popularisasi pendidikan yang mengakar pada pemerataan pendidikan. Lebih jauh semakin dirasakan bahwa pembangunan sekolah-sekolah memiliki fungsi strategis bagi peningkatan kualitas warga negara, harkat, dan martabat bangsa Indonesia.
Dari sekian sumber daya pendidikan yang dianggap penting adalah uang. Uang dipandang ibarat darah dalam tubuh manusia yang mati hidupnya ditentukan oleh sirkulasi darah dalam tubuh. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa uang ini ibarat kuda dan pendidikan sebagai gerobak. Gerobak tidak akan berjalan tanpa ditarik kuda. Pendidikan tidak akan jalan tanpa adanya biaya atau uang.
Uang ini termasuk sumber daya yang langka dan terbatas. Oleh karena itu uang perlu dikelola dengan efektif dan efisien agar membantu pencapaian tujuan pendidikan.
Pendidikan juga dipandang sebagai sebuah investasi (Mohammad Ali, 2009:188) Pendidikan sebagai investasi yang akan menghasilkan manusia-manusia yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan suatu bangsa. Manfaat (benefit) individu, sosial atau institusional akan diperoleh secara bervariasi. Akan tetapi manfaat individual tidak akan diperoleh dalam waktu seketika atau diperoleh secara cepat (quick yielding), tetapi perlu waktu yang cukup lama, bahkan bisa satu generasi.
Pendidikan dipandang sebagai sektor publik yang dapat melayani masyarakat dengan berbagai pengajaran, bimbingan dan latihan yang dibutuhkan oleh peserta didik. Manajemen keuangan dalam lembaga pendidikan berbeda dengan manajemen keuangan perusahaan yang berorientasi profit atau laba. Organisasi Pendidikan dikategorikan sebagai organisasi publik yang nirlaba (non profit). Oleh karena itu manajemen keuangannya memiliki keunikan sesuai dengan misi dan karakteristik pendidikan.
Penerapan peraturan dan sistem manajemen keuangan yang baku dalam lembaga pendidikan tidak dapat disangkal lagi. Permasalahan yang terjadi di dalam lembaga terkait dengan manajemen keuangan pendidikan diantaranya sumber dana yang terbatas, pembiayaan program yang serampangan, tidak mendukung visi, misi dan kebijakan sebagaimanana tertulis didalam rencana strategis lembaga pendidikan.
Di satu sisi lembaga pendidikan perlu dikelola dengan tata pamong yang baik (good governance), sehingga menjadikan lembaga pendidikan yang bersih dari berbagai malfungsi dan malpraktik pendidikan yang merugikan pendidikan.
Salah satu sumber anggaran biaya atau uang lembaga pendidikan adalah dari masyarakat. Selain dari pemerintah dan bantuan lainnya. Dalam prosesnya sarana dan prasarana yang berkaitan langsung dengan pembelajaran menjadi sangat urgen untuk diperhatikan. Kepala sekolah sebagai Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Innovator dan Motivator (EMASLIM), haruslah dapat secara baik, terencana dan sistematis menggunakan dana masyarakat ini dalam upaya memenuhi kebutuhan pengembangan proses pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, makalah ini mencoba untuk membahas tentang manajemen dana masyarakat untuk pengembangan proses pembelajaran. Adapun yang menjadi bagian pembahasan adalah mengenai konsep manajemen keuangan, komponen pengembangan pembelajaran

B. Konsep Manajemen Keuangan dan Dana Masyarakat

Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS, yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupa¬kan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain.
Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik- baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting, terutama dalam rangka MBS, yang memberikan kewe-nangan kepada sekolah untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan keperluan masing-masing sekolah karena pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana, apa lagi dalam kondisi krisis seperti sekarang ini.
Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu (1) pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan; (2) orang tua atau peserta didik; (3) masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat.
Dalam PP no. 48 tentang Pendanaan Pendidikan pada pasal 2 disebutkan bahwa Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Adapun pengertian Masyarakat adalah meliputi:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. peserta didik, orang tua atau wali peserta didik; dan
c. pihak lain selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Dalam Pasal 3 di PP tersebut disebutkan bahwa Biaya pendidikan meliputi:
a. biaya satuan pendidikan;
b. biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; dan
c. biaya pribadi peserta didik.
Biaya satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. biaya investasi, yang terdiri atas:
1. biaya investasi lahan pendidikan; dan
2. biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. biaya operasi, yang terdiri atas:
1. biaya personalia; dan
2. biaya nonpersonalia.
c. bantuan biaya pendidikan; dan
d. beasiswa.
Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. biaya investasi, yang terdiri atas:
1. biaya investasi lahan pendidikan; dan
2. biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. biaya operasi, yang terdiri atas:
1. biaya personalia; dan
2. biaya nonpersonalia.
Biaya personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 dan ayat (3) huruf b angka 1 meliputi:
a. biaya personalia satuan pendidikan, yang terdiri atas:
1. gaji pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan;
2. tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan pendidikan;
3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan;
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen;
5. tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan dosen;
6. tunjangan profesi bagi guru dan dosen;
7. tunjangan khusus bagi guru dan dosen;
8. maslahat tambahan bagi guru dan dosen; dan
9. tunjangan kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan profesor atau guru besar.
b. Biaya personalia penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, yang terdiri atas:
1. gaji pokok;
2. tunjangan yang melekat pada gaji;
3. tunjangan struktural bagi pejabat structural;
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional.

Dalam rangka implementasi MBS, manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada kebocoran-keborocan, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Tugas manajemen keuangan dapat dibagi tiga fase, yaitu financial planning; implementation; and evaluation. Jones (1985) mengemukakan perencanaan finansial yang disebut budgeting, merupakan kegiatan mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan. Implementation involves accounting (pelaksanaan anggaran) ialah kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Evaluation involves merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran.
Komponen utama manajemen keuangan meliputi, (1) prosedur anggaran; (2) prosedur akuntansi keuangan; (3) pembelajaran, pergudangan, dan prosedur pendistribusian; (4) prosedur investasi; dan (5) prosedur pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan ini menganut asas pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengaki-batkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan oto-risasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibakan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai otorisator, dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksnakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Bendahara¬wan, di samping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.


C. Komponen Pengembangan Proses Pembelajaran
Sistem penganggaran pendidikan di Indonesia menurut Clark at al (1998:25) sangat rumit, dan di sana tidak terdapat mekanisme yang teratur untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai pembiayaan sekolah atau membandingkan perbedaan biaya-biaya antar jenjang dan jenis pendidikan. Tidak ada data komprehensif mengenai biaya dan penganggaran pendidikan di sekolah dan masyarakat sebagai bahan bagi pemerintah dalam mengembangkan dan menentukan kerangka kebijakan mobilisasi, alokasi sumber-sumber, dan efektivitas penggunaan biaya pendidikan. Tujuan pelaporan menganalisis proses penyusunan anggaran, meringkas dan menganalisis data mengenai sumber-sumber dana, biaya-biaya pendidikan, dan pengeluaran-pengeluaran pendidikan.
Dengan cara itu diharapkan dapat membantu (pemimpin pendidikan di Indonesia) memahami pendanaan pendidikan nasional dan penentuan kebijakan. Mengenai pembiayaan pendidikan Clark at al (1998) mengambil contoh data yang dikumpulkan untuk tahun 1995-1996 diharapkan dapat mengestimasi (a) pengeluaran total dan pengeluaran per peserta didik untuk berbagai jenis dan jenjang pendidikan; (b) besarnya anggaran pemerintah untuk pendidikan, bagaimana anggaran itu dialokasikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan, dan apakah dana itu digunakan sesuai dengan kebutuhan; (c) jumlah dana pendidikan dan berbagai sumber dan pengaruhnya terhadap pengeluaran total di sekolah; (d) pengeluaran pada berbagai jenis sekolah.
Alokasi sumber-sumber daya pendidikan, proses pendidikan melibatkan produksi output-output dari himpunan input. Teknik-teknik analisis sistem dapat dipakai untuk mengevaluasi berfungsinya institusi-institusi pendidikan dan meneliti kemungkman-kemungkinan peningkatan efisiensi. Analisis pembiayaan pendidikan antara lain dilihat dari aspek:
1. identifikasi kebutuhan yang berhubungan dengan pembiayaan besarnya kebutuhan;
2. enrollment tentang kebutuhan setiap peserta didik;
3. jenis kebutuhan tiap peserta didik;
4. kebutuhan sarana dan prasarana, dan ;
5. biaya program, program yang berat akan lain dengan program yang ringan.

Alokasi kebutuhan penyelenggaraan program-program sekolah seperti keperluan operasional pengajaran, operasional administrasi dan perkantoran, operasional laboratorium, operasional perpustakaan, perawatan dan pemeliharaan, penggantian barang-barang keperluan mendesak, kebersihan dan kesehatan dapat diidentifikasi oleh kepala sekolah bersama masyarakat dan pemerintah untuk mencari solusi sehingga memenuhi keperluan yang dibutuhkan tersebut. Sagala (2007:218-224) menyebutkan bahwa mengharapkan manajemen sekolah yang baik dan berkualitas tentu harus didukung ketersediaan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan organisasi sekolah. Adapun kebuthan yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
1. Kebutuhan Peserta Didik. Memperlancar belajar peserta didik adalah dengan memenuhi kebutuhan belajamya. Ada kebutuhan yang dapat disediakan oleh orang tua tetapi ada juga yang harus disediakan oleh pemerintah yang diberikan ke sekolah. Sekolah perlu menyediakan kebutuhan peserta didik antara lain buku pelajaran, alat-alat olah raga, ruangan belajar yang bersih dan sehat, perpustakaan yang memadai, laboratorium yang fungsional {dapat dipakai bukan hanya pajangan), sarana bermain yang memadai, alat kesenian sesuai kebutuhan, tempat beribadah yang bersih, jamban yang bersih dan sehat dengan jumlah yang cukup, tempat parkir yang teratur dan sehat dan semacamnya. Memenuhi kriteria dan kebutuhan tersebut memang mahal, diperlukan dukungan biaya dan SDM yang mengurusnya. Karena itu faktor mutu pelayanan pendidikan oleh sekolah merupakan faktor utama dalam menentukan perbedaan antara masyarakat terbelakang dan masyarakat maju, investasi untuk keperluan pendidikan dan sekolah oleh pemerintaah amat diperlukan sebagai priontas. Oleh karena itu kepala sekolah harus dapat menghitung tiap item kebutuhan dan mengalokasikan anggarannya, kemudian mengatur strategi untuk pemenuhannya. Pemerintah perlu melakukan needs assessment untuk mendapatkan informasi maupun fakta-fakta secara detail apa saja yang betul-betul perlu dibiayai dalam penyelenggaraan sekolah.
2. Perlengkapan dan Peralatan. Perlengkapan pendidikan di sekolah adalah semua benda bergerak maupun tidak bergerak, yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Perlengkapan dan peralatan sekolah dipersiapkan untuk tiga komponen kegiatan yaitu (1) keperluan manajemen dan administrasi ketatausahaan; (2) keperluan guru mengajar; dan (3) keperluan peserta didik belajar. Ketiga komponen tersebut berdiri sendiri atau otonom, sehingga ketersediaan perlengkapan dan peralatan sekolah pada setiap komponen tersebut akan mendorong kelancaran melaksanakan tugas bagi tiap komponen. Dalam menentukan biaya perlengkapan yang dibutuhkan perlu memperhitungkan berkembangnya kebutuhan sekolah, mengidentifikasi barang yang rusak tetapi masih bisa diperbaiki, barang yang harus diganti, barang yang harus dihapuskan, barang yang hilang, barang yang butuh perawatan, dan pengadaan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan. Setelah melakukan seleksi atau pemilihan jenis perlengkapan yang dibutuhkan untuk dibiayai satu tahun anggaran, daftar kebutuhan tersebut dapat diajukan kepada pemerintah yaitu usul itu dapat diproses dan dipenuhi.
Investasi perlengkapan pendidikan diarahkan kepada ketiga komponen dimaksud, dan kegiatan pengelolaan perlengkapan pendidikan meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, inventarisasi, pemeliharaan, dan penghapusan. Dalam mengelola fasilitas agar mempunyai manfaat yang tinggi diperlukan arahan yang jelas, pengetahuan dan keterampilan mengidentifikasi untuk menentukan pnoritas peralatan yang diperlukan, jangan sampai membeli barang atau perlengkapan yang sebenarnya tidak begitu diperlukan, sementara yang benar-benar diperlukan malah terabaikan.
3. Pemeliharaan dan Perawatan. Sering dijumpai pemeliharaan dan perawatan sarana, peralatan, dan perlengkapan di sekolah tidak baik. Inventarisasi perlengkapan kegiatan melaksanakan pengurusan penyelenggaraan, pengaturan, dan pencatatan barang perlengkapan yang menjadi milik sekolah. Inventans adalah suatu dokumen berisi jenis dan jumlah barang bergerak maupun tidak bergerak menjadi milik dan dikuasai sekolah. Dokumen tersebut sebagai alat kontrol untuk melakukan pemeliharaan dan perawatan peralatan dan perlengkapan sekolah, sehingga dilihat dari segi penggunaan anggaran tidak ada dana yang over lapping atau tumpang tindih dalam membelanjakannya. Barang-barang yang sudah ada diterima, dicatat, digunakan, diatur. dirawat, dan dijaga secara tertib rapi dan aman. Secara berkala atau insidental diadakan pengontrolan dan perhitungan barang persediaan agar diketahui apakah masih sesuai. Hal ini ditandai dengan keadaan kursi murid maupun guru rusak, pintu ruang kelas rusak dan tidak ada kuncinya lagi, Toilet tidak dapat dipakai karena tersumbat dan airnya tidak memadai, tempat parkir tidak teratur dan sempit, atap ruang kelas bocor, lantai ruang kelas dan guru rusak atau lantai semennya pecah-pecah, dan semacamnya. Kepala sekolah dan guru tidak punya kemampuan untuk mengatasi persoalan tersebut karena ketiadaan dana yang bersumber dari pemerintah sangat terbatas dan tidak memadai. Karena itu, dukungan orang tua peserta didik menjadi alternatif untuk mengatasinya. Pola dan kebijakan sentaralistik oieh pemerintah daerah kepada sekolah ini tampaknya bahwa, tidak terlalu banyak memberikan kenyamanan belajar oleh murid dan kenyamanan mengajar oleh guru. Manajemen sekolah hampir sama dengan mass sebelumnya. Yaitu jika orang tua peserta didik yang tergabung dalam Komite Sekolah tidak memberi bantuan yang berarti, maka sekolah itu akan dilaksanakan seadanya saja. Oleh karena itu dengan sistem desentralisasi pemerintah kabupaten/kota dapat secara bersama dengan sekolah mengatasi kebutuhan perlengkapan yang mendesak bagi sekolah. Sistem desentralisasi membuka ruang gerak yang lebih luas memberdayakar sekolah dan masyarakat untuk berinvestasi baik modal maupun pengelolaan. Peralatar . dan perlengkapan yang tidak layak pakai atau apkir harus secepatnya diperbaiki dan diganti agar kenyamanan belajar dan mengajar dapat terpenuhi. Dengan ditetapkannya kebijakan otonomi pemerintahan, peluang telah terbuka maka tuntutan berikutnya adalah kemampuan kepala sekolah mengelola sekolah berdasarkan pemberdayaan, mengatur sumber-sumber yang dapat memenuhi tersedianya kebutuhan biaya peralatan dan perlengkapan sekolah yang dapat menjamin kualitas pelayanan belajar dan kualitas lulusan. Kualitas lulusan diukur dari kemampuan dan keterampilannya menggunakan pengetahuan hasil belajarnya untuk mencari nafkah meningkatkan kualitas ekonominya yang menggambarkan kualitas hidupnya.
4. Sarana dan Prasarana. Ketersediaan biaya untuk sarana dan prasarana sekolah merupakan indikator yang cukup berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar (KBM). Ketersediaan sarana dan prasarana akan tergantung kepada dana yang ada. Dari berbagai penelitian dapat diinformasikan bahwa sekolah yang termasuk sekolah favorit didukung oleh fasilitas belajar, fasilitas olah raga dan kelengkapan yang cukup memadai. Keadaan sekolah yang memadai adalah sekolah yang didukung tasilitas laboratorium, perpustakaan dan fasilitas lainnya yang memadai untuk mengembangkan minat serta bakat para peserta didiknya dan lokasinya terletak pada daerah yang sangat strategis dan lingkungan yang nyaman. Anggaran belanja sekolah diperlukan untuk perbaikan sarana prasarana seperti merawat dan memperbaiki ruang kelas serta ruang kantor, merawat dan memperbaiki mebel air, membuat pagar sekolah (bagi yang belum memiliki pagar), merawat dan memperbaiki lapangan olah raga, membuat atau memperbaharui papan nama, pengadaan alat peraga dan media pendidikan. Keterbatasan anggaran memerlukan kemampuan kepala sekolah menyiasati dana yang tersedia dan merekrut dana yang mungkin dapat diraih.
Kejelian dan kemampuan analisis kebutuhan sekolah oleh kepala sekolah atas keterbatasan potensi sekolah dan kemampuannya mengatasi problema tersebut akan tetap menjaga mutu dengan menentukan keputusan yang tepat. Menurut Indriyanto (1998) terdapat dua fenomena yang dapat diamati berkenaan dengan ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yakni (1) fenomena keterbatasan yaitu keterbatasan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang menonjol dalam pelaksanaan kebijakan dan program sekolah yang berada diperkotaan apa lagi yang dipedesaan. Keterbatasan ketersediaan sarana dan prasarana tidak saja terjadi pada tingkat sekolah tetapi juga pada Dinas Pendidikan ditingkat kabupaten/kota maupun kecamatan; dan (2) pemanfaatan yaitu di lain pihak, unit-unit kerja dan sekolah yang telah memiliki sarana dan prasarana yang memadai ternyata kurang memanfaatkannya. Hal ini terjadi karena ketersediaan sarana dan prasarana tidak dilihat dari fungsinya, tetapi sebagai simbol status, tidak dilakukan dengan pertimbangan persyaratan yang diperlukan tetapi dilakukan dengan tingkat ketersediaan dana. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana tidak dapat menjamin kualitas pelayanan belajar yang menunjang efektifitas dan efesiensi dalam pelaksanaan kebijakan dan program pendidikan di sekolah.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa perlu diperhatikan persyaratan pengadaan sarana dan prasarana dengan membuat daftar prioritas keperluan pada setiap sekolah oleh tim dan tenaga kependidikan yang profesional pada Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota bukan tim yang birokratis atau kumpulan orang yang menduduki jabatan birokrasi. Setelah mengidentifikasi dan melakukan needs assessment sekolah, tenaga perencana tersebut melakukan analisis serta model yang etektit memberikan solusi pada semua sekolah. Investasi yang ditanamkan dalam pengadaan sarana dan prasarana harus diperhitungkan dengan cermat agar mempunyai kecenderungan kesalahan yang amat sedikit sehingga tidak terjadi kerugian apalagi mubazir. Pemerintah dan masyarakat yang ingin menanamkan investasinya terhadap sarana dan prasarana sekolah lebih dahulu diben penjelasan yang benar bahwa investasi mereka memang benar-benar bermanfaat menjamin kualitas pelayanan belajar peserta didik. Kegunaan sarana seperti laboratorium beserta kelengkapannya, perpustakaan, komputer, dan semacamnya harus dijelaskan kegunaannya dan biaya yang dibutuhkan untuk merawat dan menggunakannya, kejelasan ini penting agar rekrutmen sumber-sumber pembiayaan dapat lancar adanya.
5. Gaji Guru. Kajian menarik dalam ekonomi pendidikan adalah sistem penggajian staf edukatif yaitu guru pada pendidikan dasar dan menengah serta dosen di perguruan tinggi. Pengalaman di banyak negara berkembang menurut pendapat PH. Combs (1968) terdapat beberapa taktor penyebab kualitas pendidikan rendah yakni (1) gaji para guru yang rendah yaitu tidak cukup untuk memenuhi nafkah hidup dan menyekolahkan anak-anaknya; (2) menggunakan guru-guru yang tidak kualified baik dilihat dari latar belakang pendidikan maupun pertumbuhan jabatannya; (3) rasio antara murid dan guru tidak seimbang yaitu jumlah peserta didik perkelas melebihi aturan yang dipersyaratkan; dan (4) menggunakan double sift system yaitu ada kelas pagi dan ada kelas sore dengan menggunakan ruang kelas yang sama. Pada prinsipnya gaji dan kesejahteraan personal guru ini seolah-olah termasuk biaya pendidikan, sehingga kelihatannya anggaran pendidikan menjadi cukup besar padahal sebenarnya gaji pegawai ini dalam alokasi anggaran pemerintah termasuk bagian dari belanja pegawai negeri sipil (PNS) yang ditanggung oleh pemerintah, tidak dipisahkan PNS guru dan non guru semuanya masuk dalam alokasi anggaran belanja pegawai, bukan anggaran pendidikan. Meskipun guru sebagai PNS yang menyerap biaya terbesar, karena jumlahnya memang besar, tetapi bukanlah termasuk dalam alokasi biaya pendidikan.
Berkaitan dengan perbaikan sistem pendidikan dan pembelajaran secara operasional pada satuan pendidikan dapat dilakukan melalui penerbitan peraturan daerah (perda) yang diatur baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sesuai visi dan misi pendidikan dari pemerintah daerah tersebut. Kewenangan pemerintah menurut UU No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa masalah kepegawaian khususnya berkaitan dengan guru sebagian diserahkan pada pemerintah Kabupaten/Kota. Ide dasarnya Undang-undang ini diharapkan dapat menyelesaikan persoalan guru yang berstatus pegawai negeri sipil maupun berstatus honor daerah yang belum diangkat. Di pihak lair menerima guru dan tenaga kependidikan lulusan kependidikan yang memiliki kewenangan mengajar dan memimpin pembelajaran. Kualitas guru tersebut ditingkatkan Kriteria dan prioritas didefinisikan kembali berkaitan dengan pengangkatan. pemberhentian, kenaikan pangkat, penghargaan, sanksi, pendidikan dan pelatihan, dan sebagainya secara aspiratif dengan prinsip menghargai hak asasi manusia.
Adalah umum bahwa orang yang berbeda menerima jumlah gaji, berbeda pula pekerjaan mereka. Pertanyaan yang selalu dikemukakan ialah, mengapa hal ini terjadi? Sayang sekali, jawabannya tidaklah begitu jelas. Jika mengacu pada pendekatan modal manusiawi (Human Capital), premis dasarnya bahwa perbedaan-perbedaan income guru dan tenaga kependidikan, sebagian disebabkan oleh perbedaan-perbedaan dalam mutu tenaga pendidik dalam acuan jumlah modal manusiawi yang diraih oleh para guru. Karena itu, jika orang ingin mengurangi ketaksamaan, suatu metode mencapai ini ialah: mengurangi ketaksamaan dalam investasi yang dilakukan masyarakat dalam modal manusiawi seperti kesehatan, pendidikan, on the job training, pelatihan kejuruan lain, dan seterusnya.
Tingkatan dan determinan-determinan gaji guru menjadi kepedulian khusus hampir lebih dari tiga juta staf pengajar di Indonesia yang terkait dengan institusi-institusi satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang persekolahan di seluruh nusantara. Kajian menarik dalam ekonomi pendidikan adalah sistem penggajian staf edukatif yaitu guru dan dosen yang dipandang belum memberi jaminan bagi mereka untuk bekerja optimal. Cohn (1979) mengemukakan bahwa struktur gaji guru dan dosen dapat mempengaruhi pergerakan manusia (movement of human) dan sumber-sumber lainnya yang masuk ke dalam atau keluar dan sistem pendidikan. Penetapan gaji guru dan dosen amat dipengaruhi oleh kualitas dan tipe guru dipandang dari kompetensi sebagai gambaran kemampuan dan bidang ilmunya sebagai gambaran profesi.
Cohn menjelaskan gaji guru dibedakan antara tenaga tetap dan tenaga lepas, didasarkan perhitungan minimum gaji atau upah minimal menurut UU tenaga kerja. Dasar pembayaran gaji adalah pendidikan yang ditempuh dan pengalaman kerja. Di Amerika Serikat menurut Cohn (1979) 30% gaji guru dipergunakan untuk biaya hidup, dan sebesar 70% keperluan lainnya termasuk menabung. Namun demikian menurut Ruml dan Tickton profesi pendidikan dilihat dan posis ekonomi mutlaknya memburuk atau gaji mereka mengalami deplasi. Pendapat ini dipertegas oleh Stinger dengan membandingkannya pada dua aspek yaitu (1) variasi lamanya tahun sekolah; (2) potongan pajak pendapatan, dan nilai keuntungan. Penentuan gaji guru menurut Cohn (1971) yaitu ukuran sekolah, jumlah jam mengajar, dan jarak sekolah dari pusat kota.
Malechar (1968) mengemukakan hal yang mempengaruhi gaji guru adalah tingkat akademi, jenis kelamin, profesi, aktivitas kerja (mengajar), riset, administrasi, dan usia. Charles S. Benson (1965) "Mengajar sekolah publik tetap merupakan suatu panggilan dengan plafon gaji relatif kecil dibanding bidang-bidang lain yang mempekerjakan lulusan-lulusan college ...". Penerimaan gaji guru diberlakukan perbedaan pendidikan antara diploma dengan sarjana, sarjana dengan pascasarjana, yang mengikuti training atau tidak, dan pengalaman kerja, diperkirakan dapat meningkatkan kinerja kependidikan. Namun perbedaan penggajian guru sebagai PNS di Indonesia adalah golongan dan lama bekerja karena ada kenaikan gaji berkala setiap dua tahun bagi PNS. Secara riil selisih perbedaan gaji tingkat golongan amat tipis tidak mencapai 15% dari masing-masing tingkat golongan. Kenyataannya gaji yang diterima hanya cukup untuk 20% dari satu bulan, maka 80% waktu lainnya ditutup dengan cara masing-masing guru. Kondisi ini menunjukkan (1) penghargaan terhadap guru mengalami deplasi yang tajam; (2) kinerja guru tidak dapat diukur; (3) kualitas pendidikan sulit ditingkatkan; (4) kualitas SDM hasil pendidikan tidak kompetitif; (5) pertumbuhan ekonomi rendah dan rentan terhadap krisis karena ketidak mampuan SDM mengendalikannya; dan (6) kerugian lain semacamnya. Sejumlah hipotesis menarik mengenai gaji guru ini, terutama yang penting adalah gambaran tentang struktur gaji para guru, karena sifat struktur gaji itu cenderung mempengaruhi gerak sumber-sumber daya manusia dan Iain-Iain ke dan dari pendidikan. Insentif-insentif yang terkandung dalam struktur itu pasti akan menentukan, sampai tingkat tertentu, kualitas dan tipe guru yang akan direkrut oleh sistem pendidikan, maupun upaya dan kecakapan yang akan diimbaskan dari mereka yang memilih guru dan tenaga kependidikan sebagai karir. Dalam meningkatkan kualitas pendidikan harus menempatkan guru pada jabatan profesional dengan membenahi pendidikan dan kesejahteraannya. Gaji guru seharusnya diberikan sesuai kebutuhan riel memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Pembiayaan kegiatan PBM dan pengembangan kurikulum menjadi prioritas bagi pemerintah untuk menyediakannya. Jika pembiayaan itu tersedia, pemerintah dapat membuat pengukuran kinerja guru, perbaikan sistem pembelajaran, memberi sanksi yang setimpal atas kegagalan guru mematuhi aturan, dan memberi penghargaan yang pantas terhadap prestasi kinerja guru.

D. Manajemen Dana Masyarakat Untuk Pengembangan Proses Pembelajaran
Sebagian dana membiayai sekolah berasal dari masyarakat. Dalam mengumpulkan dana yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS), masyarakat melatui lembaga BP3/Komite Sekolah mengadakan rapat mengikutsertakan semua anggota. Pimpinan BP3/Komite Sekolah dan pimpinan sekolah menjelaskan program sekolah satu tahun anggaran. Fungs! dan peranan sekolah dititik beratkan pada kemampuan menyusun rencana dan program sekolah, menyusun rencana anggaran belanja sekolah,; mengelola sekolah berdasarkan rencana sekolah dan anggaran, dan memfungsikan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sekolah.
Dana dari masyarakat sebagai bantuan investasi pendidikan besarnya dapat ditentukan oleh masyarakat (orang tua murid) bersama sekolah. Masyarakat mengmmkan putra-putrinya untuk belajar di sekolah sesuai jenjang dan jenis yang diminati. Partisipasi masyarakat selama ini masih berbentuk wadah BP-3/Komite Sekolah, bentuk partisipasi masyarakat sudah saatnya ditfrigkatkan dalam bentuk Dewan Sekolah/Komite Sekolah. Kondisi riil masyarakat bahwa tidak semua masyarakat pada lingkungan sekitar sekolah mampu mendukung pembiayaan sekolah. Sumber-sumber dana ada pada pemerintah atau masyarakat tertentu berpenghasilan lebih dari cukup seperti pengusaha.
Dalam menyusun Rencana Anggaran Perbelanjaan Biaya Sekolah (RAPBS), maka harus diketahui lebih dulu budget yang tersedia. Buget (Rencana) adalah (1) rencana operasional keuangan mencakup estimasi tentang pengeluaran untuk suatu periode/kurun waktu; (2) rencana sistematik untuk efisiensi pemanfaatan tenaga, industri (sumber); dan (3) rencana keuangan yang diprioritaskan dengan pola pengawasan operasional pada masa datang suatu lembaga.
Aspek fungsional budget yang menggambarkan kegunaan atau manfaat dari budget adalah (1) berpengaruh terhadap motivasi; (2) memungkmkan adanya koordinasi kerja; (3) dapat digunakan untuk kegiatan koreksi/bila terjadi penyimpangan; (4) meningkatkan alokasi sumber; (5) meningkatkan komunikasi; dan (6) sebagai alat evaluasi/pengawasan.
Berkaitan dengan budget ini ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh para pengambil kebijakan pendidikan dan kepala sekolah antara lain (1) program kurikulum dan pengajaran termasuk di dalamnya pelayanan peserta didik (perlengkapan yang berhubungan dengan kebutuhan peserta didik) pengajaran buku perpustakaan; (2) pengembangan sekolah dengan kemampuan performance kompetensi sekolah. Pengembangan program kerjasama; (3) pelayanan peserta didik {pupil service) yaitu layanan peserta didik ditingkatkan faktornya apa saja; kemampuan khusus, pelayanan psikologis, pelayanan kesehatan, personal peserta didik; (4) pelayanan daya dukung (supporting service of the budgeting); (5) salaries dan wages (Upah dan gaji); dan (6) Materials and supplies bahan dan fasilitas, furniture & equipment school maintenens/pemeliharan alat-alat.
Kesulitan lain yang timbul dalam menyusun anggaran sekolah. Kepala Sekolah tidak diberi tambahan tenaga yaitu tenaga perencana pendidikan di sekolah, tenaga administrasi ketatausahaan yang terampil dan tidak diberi kesempatan yang memadai untuk berimprovisasi mencari terobosan untuk mencari sumber biaya tambahan. Penyusunan RAPBS bukan berdasarkan kebutuhan yang berorientasi kepada kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah, melainkan yang menjadi acuan justru petunjuk pelaksanaan. Anggaran yang dibutuhkan berdasarkan kegiatan tidak lagi menjadi pertimbangan utama. Hal lain yang dapat dilihat dalam penyusunan RAPBS, banyak anggaran yang tumpang tindih, seperti komponen biaya pemeliharaan terlihat pada berbagai sumber anggaran baik pada mata anggaran rutin, pada Dana Bantuan Operasional maupun pada anggaran Operasional Pemeliharaan dan Fasilitas.
Seharusnya pemerintah tidak lagi memberikan biaya pendidikan dalam bentuk proyek, tetapi memperbesar anggaran rutin tahun ajaran sekolah sehingga sekolah bisa menyusun anggaran berdasarkan kebutuhan dan di samping itu pemerintah seharusnya menambah anggaran yang langsung menyangkut kegiatan belajar mengajar sehingga anggaran yang ada berpengaruh langsung terhadap kualitas yang dihasilkan. Mempertegas akuntabilitas keuangan semestinya dilakukan pemerintah adalah menunjuk atau menempatkan bendahara sekolah tersebut seorang yang mempunyai latar belakang akuntansi. Sehingga mempunyai kemampuan untuk menyusun formula biaya pendidikan, berupa unit cost untuk setiap peserta didik. Sebaiknya dalam RAPBS komponen gaji dan kesejahteraan personal tidak termasuk di dalamnya sebagaimana alasan yang dikemukakan sebelumnya. Adanya penggunaan biaya yang tumpang tindih, misal dari setiap sumber biaya ada komponen-komponen yang harus dibiayai oleh berbagai sumber biaya yang selama ini disediakan, seperti biaya pemeliharaan ada dari dana rutin (DIK), ada pada DBO, kemudian muncul juga pada OPF.
Hal Ini menunjukkan lemahnya penyusunan RAPBS, karena banyak biaya yang bersifat proyek, sehingga Kepala sekolah sulit untuk membuat rencana anggaran, karena ada kesenjangan antara sumber biaya dengan kebutuhan ideal sekolah. Di lain pihak pertanggungjawaban menjadi sulit dikontrol karena menurut salah seorang wakil Kepala sekolah setiap sumber biaya yang bersifat proyek penanggung jawabnya berbeda. Morphet mengatakan bahwa sekolah dalam menyusun RAPBS pada tingkat pemerintahan memperhatikan hal-i.u! sebagai berikut ini (1) ada keberanian mengganti peraturan dan prosedur yang tidak efektif sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan pendidikan; (2) mengubah peraturan yang sudah tidak Up to date, dengan merancang pengembangan yang efektif; dan (3) memantau setiap output pendidikan secara terus menerus daiam rangka evaluasi untuk kegiatan berikutnya. Artinya perlu diusahakan dalam dunia pendidikan sekarang adalah bagaimana peraturan atau garis besar dibuat sementara teknis pelaksanaan diserahkan kepada para manajer sekolah, sebab merekalah yang tahu persis situasi dan kondisi di lapangan. Peraturan-peraturan yang dapat diubah oleh pemerintah kabupaten/kota adaiah setingkat peraturan daerah (Perda) dan keputusan kepaia daerah kabupaten/kota.
Dengan kebijakan sistem desentralisasi manajemen anggaran pada pemerintahan daerah tentu sudah saatnya mekanisme dan sistemnya diperbaiki dengan memberdayakan pemerintah provinsi dengan tugas utama memantau atau melakukan monitoring penggunaan anggaran lintas kabupaten/kota dan pada saatnya dapat mengambil langkah-langkah atas berbagai problematika anggaran yang ditemui. Pemerintah kabupaten/kota seteiah menerima usul anggaran dari tiap sekolah melalui kantor pendidikan maka alokasi anggaran dilegalisasi melalui peraturan daerah baik yang bersumber dari APBD maupun APBN dan mengatur petunjuk penggunaan. Hindari pengaturan alokasi anggaran yang disusun menurut kemauan pemerintah karena tidak sesuai dengan prinsip demokrasi, desentralisasi, dan dengan kebutuhan riel sekolah.
Menempatkan pemerintah pusat sebagai institusi yang hanya memberikan sejumlah dana yang bersifat block grant untuk pendidikan, seteiah mendapat persetujuan legislatif pemda langsung mentransfer dana sekolah ke rekening sekolah sebesar yang ditetapkan tanpa beban biaya administrasi dan semacamnya. Perda mengatur sistem pertanggungjawaban keuangan yang transparan dan bertanggung jawab. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pengelolaan keuangan bersumber dari APBD dan APBN yang diperuntukkan bagi biaya pendidikan dilakukan oleh legislatif dan lembaga yang ditunjuk. Lembaga-lembaga tersebut menyeleksi usul anggaran pengelolaan sekolah dan memutuskan permintaan pembiayaan operasional atas dasar kebutuhan sekolah.
Pelaksanaan pengawasan dilakukan berdasarkan kebutuhan dan kewenangan. Pengawasan merupakan kebutuhan yang tak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan keuangan sekolah. Kepaia Sekolah sebagai atasan langsung mengadakan pengendalian pengeluaran keuangan sekolah agar senantiasa sesuai dengan anggaran yang sudah ditentukan dalam RAPBS. Kepaia Sekolah merupakan pengawas internal sekaligus pengawasan langsung dalam penggunaan keuangan penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah. Pengawasan harus ditindaklanjuti oleh proses evaluasi yaitu mengadakan penilaian apakah manajemen keuangan pada sekolah sudah berjalan dengan baik atau belum. Hal ini dilakukan dalam upaya melakukan perbaikan pada masa yang akan datang.
Pengawasan manajemen keuangan sekolah dilakukan berdasarkan aliran keluar masuk uang yang dilakukan oleh bendaharawan. Pengawasan ini dilakukan mulai dari proses keputusan pengeluaran anggaran, pembelanjaan, perhitungan, dan penyimpanan barang oleh petugas yang ditunjuk. Secara administratif pembukuan pemasukan dan pengeluaran setiap bulan atau setiap triwulan ditandatangani oleh bendaharawan dan Kepala Sekolah sebagai berita acara penggunaan anggaran. Di samping Kepala Sekolah sebagai pengawas internal pengendalian juga dilakukan oleh instansi vertikal seperti, petugas dari Inspektur Jenderal Depdiknas (Inspektorat), dan pengawasan secara eksternal dilakukan oleh Badan, Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil penelitian Mintarsih (2003) menegaskan bahwa pengendalian cukup memenuhi standar administrasi normatif belum mengacu pada standar kualitatif. Kenyataannya dilapangan bahwa selama ini masih ditemukan kekurangan dalam manajemen keuangan. Hal ini dapat dilihat dari masih terjadinya pengalihan anggaran untuk menutupi kegiatan yang sangat penting tetapi biayanya tidak mencukupi. Inisiatif serta otoritas daerah dalam penggunaan dana tersebut sangatlah terbatas.
Subsidi daerah otonom merupakan subsidi terbesar yang diambilkan dari anggaran rutin pemerintah pusat, tetapi tidak diarahkan pada program pendidikan secara memadai. Hal ini digunakan untuk menopang pembayaran gaji pegawai daerah otonom berdasarkan standar dan rumusan yang telah ditentukan dari Jakarta. Sedangkan peran dari badan-badan pemerintah daerah hanyalah sebagai pelaksana penggunaan dana, bukan sebagai perencana-perencana yang leluasa menggunakan dana tersebut. Kalau mengacu kepada strategi manajemen yang dikemukakan oleh Kaplan dan Northon, maka merupakan keharusan bagi Kepala sekolah, untuk menetapkan strategi dalam menyusun anggaran. Kaplan dan Northon melalui Balanced Scorecard menyarankan agar Kepala sekolah sebagai pimpinan mampu mengubah orientasi finansial sebagai kerangka kontrol menjadi sistem operasi dalam terminologi strategi manajemen baru.
Apabila strategi manajemen baru mampu diterapkan oleh kepala sekolah dalam penyelenggaraan program dan kegiatan sekolah, maka Kepala sekolah senantiasa akan berinisiatif mengatasi kesenjangan antara apa yang dihasilkan dengan apa yang dibutuhkan. Manajemen strategik yang diterapkan kepala sekolah mengacu pada Kepmendiknas No. 053/U/2001 secara umum kompoten-komponen yang harus dibiayai adalah (1) kegiatan teknis edukatif untuk proses belajar mengajar (kurikuler dan kegiatan evaluasi hasil belajar); (2) kegiatan penunjang untuk operasional ruang belajar dan kegiatan ekstrakurikuler; (3) perawatan peralatan teknis edukatif (gedung, perabot, alat peraga, media); (4) perawatan kegiatan penunjang (lingkungan sekolah); (5) kesejahteraan guru dan pegawai sekolah (gaji kelebihan jam mengajar, insentif, dan perjalanan); (6) langganan daya dan jasa (listrik, telepon, air, dan sebagainya); (7) program khusus yang mengacu pada peningkatan mutu sekolah yang bersangkutan; dan (8) kegiatan praktik dan lomba. Kepmendiknas ini hanya sebagai acuan, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan kepala sekolah bersama timnya mempertahankan indikator mutu yang telah ditetapkan oleh sekolah dan pemerintah daerah di mana sekolah itu berada dengan menggunakan dukungan dana yang tersedia.

E. Kesimpulan
Bertitik tolak pada program kegiatan dan keperluan penyelenggaraan sekolah yang harus dibayar, maka kepala sekolah harus mampu menyusun rencana biaya. Menyusun rencana biaya dan pendanaan dimulai dengan (1) menyusun daftar biaya satuan dari semua kegiatan yang telah dirumuskan; (2) menentukan jenis satuan dan jumlah satuan standar; dan (3) menghitung biaya atau harga satuan.
Kemudian dilanjutkan dengan (1) menentukan jenis sumber dana yang cocok bagi program/kegiatan sekolah; (2) mempelajari aturan-aturan penggunaan dari setiap sumber dana; (3) mengkaji "ada tidaknya plafon" untuk setiap jenis penggunaan/pos pengeluaran dari setiap sumber dana; dan (4) mencocokkan rencana biaya dengan perkiraan sumber biaya.
Manajemen keuangan adalah manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Sedangkan fungsi keuangan merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu. Fungsi manajemen keuangan adalah menggunakan dana dan mendapatkan dana (Suad Husnan, 1992:4).
Manajemen dalam perusahaan bisnis terdiri dari beberapa individu yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (I) kelompok manajemen tingkat pelaksana (operational management) meliputi para supervisor, (2) kelompok manajemen menengah (middle management), meliputi kepala departemen, manajer divisi, dan manajer cabang, dan (3) manajemen eksekutif (executive management) atau disebut juga manajemen puncak (top management) yang meliputi presiden, wakil presiden dan beberapa eksekutif sebagai penanggung jawab dari fungsi-fungsi: pemasaran, pembelajaan, produksi, (manufacturing), pembiayaan (finance) dan akuntansi. Manajemen eksekutif secara prinsipil berkenaan dengan pembuatan keputusan jangka panjang, manajemen menengah berkaitan dengan keputusan jangka menengah, dan manajemen operasioanl berkaitan dengan pembuatan keputusan jangka pendek, (Usry, Hammer, 1991:2).
Konsep manajemen dapat digambarkan dalam kalimat seperti "membuat keputusan, memberi perintah, menetapkan kebijakan, menyediakan pekerjaan dan system reward (imbalan), dan mempekerjakan orang untuk melaksanakan kebijakan". Manajemen menetapkan tujuan yang akan dicapai dengan mengmtegrasikan pengetahuan dan keterampilan dengan kecakapan dan pengalaman personil. Supaya berhasil, manajemen harus melaksanakan secara efektif fungsi-fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan dan pengorganisasian fungsi utama manajemen eksekutif, sedangkan pengawasan merupakan fungsi manajemen operasional (lower management). Pelaksanaan ketiga fungsi utama tadi perlu keterlibatan (partisipasi) dari tiap tingkatan manajemen.
Manajemen memiliki tiga tahapan penting yaitu tahap perencanaan (Planning), tahap pelaksanaan (Actuating) dan tahap penilaian (evaluating). Ketiga tahapan tadi apabila diterapkan dalam manajemen keuangan adalah menjadi tahap perencanaan keuangan (budgeting) dan tahap pelaksanaan (accounting) dan tahap penilaian (auditing).




DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad (2009). Pendidikan untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Bandung: Intima.
Cohn, Elchanan (1983). The Economics of Education: An Introduction. Massachussets: Ballinger Publishing Company.
Combs, H. Philip and Hallak (1972). Managing Educational Cost. London: Oxford University Press.
Fattah, Nanang (2004). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Husnan Suad (1992). Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan. Yograkarta:BPFE.
Jones, Thomas H (1985). School Finance: Technique and Social Policy. London: Collier McMillan Publishers.
Mulyasa, E (2006). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sagala, Syaiful (2007). Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

2 komentar:

PENAGURU mengatakan...

sekolah sebagai mitra bisnis pelayanan pendidikan yang seharusnya memberikat dampak yang baik bagi pelanggan pendidikan

PENAGURU mengatakan...

sekolah sebagai mitra bisnis pelayanan pendidikan yang seharusnya memberikan dampak yang baik bagi pelanggan pendidikan