02 Desember 2008

PENGAMBILAN KEBIJAKAN

DAN KEPUTUSAN DALAM PENGEMBANGAN STRATEGIK PENDIDIKAN

A. Pendahuluan

Tiga tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia, yaitu pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan bangsa dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai subjek pembangunan. Setiap negara di dunia menyadari benar arti dan peran penting pendidikan tersebut, karena itu di negara-negara yang sudah maju sangat memperhatikan bidang pendidikan dengan mengalokasikan dana yang cukup besar untuk penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Selain itu, bahwa sistem pendidikan yang dianut oleh setiap negara juga berbeda-beda. Hal ini terkait erat dengan latar belakang sosial budaya, filosofi yang dimiliki oleh suatu negara, dan tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh negara tersebut. Demikian halnya dalam pengelolaan pendidikan bahwa setiap negara menggunakan sistem yang berbeda yaitu ada yang menggunakan sistem pengelolaan yang terpusat dan dikelola oleh satu departemen serta ada juga yang didesentralisasikan kepada daerah.

B. KEBIJAKAN PUBLIK

Kebijakan dalam bahasa Inggris “Policy” merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam, financial, dan manusia demi kepentingan publik.

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Seperti yang dikatakan oleh Duncan (1979: 3) bahwa kebijakan publik adalah: “ A chosen by government a course of action significantly affecting large numbers of people”. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan serta mencapai amanat konstitusi.

Kebijakan publik tidak selalu dilakukan oleh birokrasi (Pemerintah), melainkan dapat pula dilaksanakan oleh perusahaan swasta ataupun masyarakat langsung. Terminologi kebijakan publik menunjuk pada serangkaian peralatan pelaksanaan yang lebih luas dari peraturan perundang-undangan, mencakup juga aspek anggaran dan struktur pelaksana. Siklus kebijakan publik sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Bagaimana keterlibatan publik dalam setiap tahapan kebijakan bisa menjadi ukuran tentang tingkat kepatuhan negara kepada amanat rakyat yang berdaulat atasnya.

Menurut Anderson (1994: 4-5), yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) adalah :

In general usage, the term policy designates the behavior of some actor or set of actors, such as an official, a governmental agency, or a legislature, in an area of activity such as public transportation or consumer protection. Public policy also maybe viewed as whatever governments choose to do or not to do. One definition holds that public policy, “broadly defined”, is “the relationship of a governmental unit to environment.” Such a definition is so broad as to leave most student uncertain of its meaning : it could encompass almost anything.

Artinya bahwa kebijakan (policy) adalah pernyataan kehendak suatu pihak sebagai actor, seperti Pemerintah yang mengandung maksud dan tujuan tertentu, dan secara konsisten dinyatakan dalam rangka mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kepentingan publik (orang banyak). Sedangkan implementasi kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak atau konsekuensi terhadap perilaku tertentu pada individu maupun kelompok sosial yang terkait atau berkepentingan dengan implementasi kebijakan tersebut.

C. PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Keputusan merupakan unsur kegiatan yang sangat vital. Jiwa kepemimpinan seseorang dapat diketahui dari kemampuan menekel masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada human relations. Ada beberapa definisi tentang pengambilan keputusan. Misalnya saja Terry (2000: 4-5), ia memberikan definisi pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih. (Decision making can be defined as the selection of one behavior alternative from two or more possible alternatives).

Menurut Mondy (1993: 10) pengambilan keputusan adalah :

“The process of generating and evaluating alternatives and making choices among them”. Maksudnya pengambilan keputusan merupan proses yang ditempuh oleh seseorang untuk membengkitkan atau menghasilkan berbagai alternatif tindakan serta mengevaluasi alternatif tersebut sehingga dapat membuat pilihan diantara alternatif yang ada.

Tricker (1976: 6) mendefinisikan pembuatan keputusan adalah sebuah proses menyeluruh yang melibatkan pengakuan diri, kesempatan atau persoalan, pemerolehan data, pemahaman isi informasi, mencari alternatif, mengevaluasinya memilih dan melaksanakan ( … an interative process involving the recognition of the opportunity or the problem, obtaining data, understanding the information content, seeking , alternative, evaluating them, choice and implementation).

Suatu keputusan dapat dikatakan sebagai keputusan yang baik apabila memenuhi empat persyaratan, yaitu rasional, logis, realistis, dan pragmatis.(Sondang P Siagian, 1997: 1). Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa efektifitas demikian hanya mungkin dicapai apabila seorang pengambil keputusan mampu menggabungkan secara tepat tiga jenis pendekatan. Pertama, pendekatan yang didasarkan pada teori dan asas-asa ilmiah yang telah dikembangkan oleh para teoretisi yang mendalami proses pengambilan keputusan. Teori dan asas-asas ilmiah memiliki ciri universalitas yang tidak terikat pada situasi, kondisi, waktu dan tempat. Kedua, pendekatan yang memanfaatkan kemampuan berpikir yang kreatif, inovatif, dan intuitif disertai oleh keterlibatan emosional. Daya pikir yang kreatif, inovatif, dan intuitif dibarengi dengan keterlibatan secara emosional di samping merupakan sesuatu yang sifatnya generik, juga berkembang karena kemampuan memperhitungkan dampak situasional, kondisional, temporal, dan spatial. Ketiga, kemampuan belajar dari pengalaman mengambil keputusan di masa lalu, baik karena keberhasilan maupun karena kekurangberhasilan atau bahkan mungkin kegagalan. Keempat bahwa keputusan memiliki target yang dicapai dan dapat diukur tingkat keberhasilannya.

Proses pengambilan keputusan merupakan aktivitas fundamental dalam organisasi. Terdapat beberapa elemen dalam proses pengambilan keputusan, yaitu : 1). Menetapkan tujuan, keputusan diambil dalam rangka mencapai tujuan tertentu, 2). Mengidentifikasi permasalahan, dalam mengambil sebuah keputusan terlebih dahulu harus jelas masalahnya agar terjadi kesesuaian antara permasalahan dengan kenyataan yang diharapkan, 3). Mengembangkan sejumlah alternatif, alternatif dimunculkan sebelum keputusan diambil secara pasti sehingga permasalahan dapat dipecahkan dengan baik, 4) Pemilihan alternatif, perlunya evaluasi atas alternatif yang ada untuk dipilih mana yang paling tepat, 5). Melaksanakan keputusan, setelah keputusan dapat diambil maka perlu diimplementasikan secara kongkrit, 6). Evaluasi, untuk mengetahui tepat tidaknya keputusan diambil maka setelah dilaksanakan perlu dievaluasi kekurangan dan kelebihannya.(Indrio Gitosudarmo, 2000: 178-181)

Menurut Suganda (1986: 105-106), bahwa keputusan yang diambil pimpinan sebagai pemegang kebijakan terbag ke dalam tiga jenis :

1. Keputusan strategis, yaitu keputusan yang diambil terkait dengan output dan pihak eksternal.

2. Keputusan administratif, yaitu keputusan yang terkait dengan sumber-sumber organisasi.

3. Keputusan operasional, yaitu keputusan yang menyangkut upaya peningkatan pelaksanaan kerja yang sedang dijalankan.

D. KEBIJAKAN SERTIFIKASI GURU

Seiring dengan tuntutan reformasi politik tahun 1998, yang telah mengubah banyak segi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk berubahnya manajemen pemerintahan ke arah yang lebih demokratis, transparan dan tidak sentralistik. Hubungan pemerintah pusat dan daerah telah direposisi oleh UU No. 22 Tahun 1998 tentang Otonomi Daerah. Tentu saja, hal ini memiliki pengaruh penting pada praktik penyelenggaraan pendidikan nasional.

Sesuai dengan visi pendidikan nasional, yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah, tujuan pendidikan harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasikan berbagai tuntutan peran yang multidimensional. Secara umum, pendidikan harus mampu menghasilkan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat yang sehat dan cerdas dengan: (1) kepribadian kuat, religius, dan menjunjung tinggi budaya luhur bangsa, (2) kesadaran demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, (3) kesadaran moral hukum yang tinggi, dan (4) kehidupan yang makmur dan sejahtera.

Sebagai negara yang besar yang wilayahnya dengan jumlah penduduk yang cukup besar pula, Indonesia membutuhkan tenaga guru yang tidak sedikit. Suatu kenyataan yang harus diakui bahwa hingga saat ini bangsa kita (pemerintah) belum mampu menyediakan kebutuhan tenaga guru untuk mendidik anak bangsa yang pada gilirannya akan menempatkan bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, independen serta sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Secara kuantitas, kekurangan guru ini bisa dilihat khususnya di daerah-daerah terpencil yang jauh dari pusat kota dan pemerintahan. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari minimnya sarana pendidikan hingga pada hal-hal yang berhubungan dengan materi. Karena harus diakui bahwa sampai hari ini, pada prakteknya antara guru yang bertugas di kota dan mereka yang bertugas di daerah yang agak jauh di luar kota hampir tidak ada bedanya dalam hal penghasilan berupa gaji dari pemerintah.

Untuk menjawab berbagai persoalan di atas, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat menggalakan kebijakan sertifikasi guru dengan menetapkan berbagai Undang-Undang dan Peraturan sebagai berikut:

1. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

2. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru.

5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.

Undang-undang dan Peraturan Pemerintah tersebut di atas, adalah dasar pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan yang merupakan landasan pijak atau dasar hukum yang mengatur mekanisme, proses sampai output yang diharapkan, sebagai wujud keinginan semua pihak merevisi sistem pendidikan nasional yang lebih baik.

1. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, merupakan payung hukum dilakukannya program sertifikasi guru. Di dalam undang-undang ini dikatakan secara transparan bahwa pendidik merupaan tenaga profesional, seperti disebutkan dalam pasal 39, bahwa pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian, dengan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan memberi teladan serta menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Sebagai tenaga profesional diperlukan kemampuan cukup guna melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam melakukan pembinaan / pendidikan generasi muda. Profesionalisme guru ini, bukan merupakan sesuatu yang datang dengan sendirinya, akan tetapi perlu pelatihan dan pendidikan khusus. Berkenaan dengan ini, Pemerintah mengupayakannya melalui program sertifikasi guru yang secara eksplisit disebutkan dalam bab XVI pasal 61 bahwa sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselengarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.

2. UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Patut disyukuri bahwa hal yang baru dan tidak bisa dihindari lahirya undang-undang ini merupakan political-will Pemerintah yang didorong oleh berbagai elemen bangsa terhadap upaya perbaikan pendidikan nasional, yaitu dengan lahirnya pasal-pasal sertifikasi guru dan dosen sebagai acuan standardisasi tenaga pendidik yang kompeten dan profesional.

Sertifikasi guru merupakan amanat undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, seperti yang tercantum pada bab IV bagian ke satu tentang kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi, yang dirinci pada pasal 8 sampai 13 yang intinya bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran guna menyelenggarakan program sertifikasi dalam rangka upaya peningkatan mutu pendidik yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru. Melalui sertifikasi diharapkan kinerja guru meningkat yang berimplikasi pada peningkatan mutu pendidikan nasional secara berkelanjutan.

Text Box: MEMILIKI KUALIFIKASI YANG DIPERSYARATKAN SATUAN PENDIDIKAN  TINGGI TEMPAT BERTUGAS

Pada pasal 9 dijelaskan tentang kualifikasi akademik guru S1 atau DIV dari perguruan tinggi yang terkareditasi sebagai persyaratan mengikuti program sertifikasi guru. Pasal 10 menjelaskan tentang kompetensi yang harus dimiliki guru kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Bagi guru yang belum memenuhi persyaratan ini, maka harus mengikuti pendidikan profesi yang dilakukan oleh Pemerintah. Dan pada pasal 11 dan 12 dijelaskan tentang sertifikasi guru yang merupakan hak setiap guru mendapatkan sertifikat sebagai bukti sebagai tenaga profesional. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Bagi guru yang dinyatakan lulus dan telah mendapatkan sertifikat pendidik, maka mereka mendapatkan haknya yang diatur sesuai undang-undang pada pasal 14, yaitu mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum dan kesejahteraan sosial, memperoleh promosi dan penghargaan sebagai pendidik, berhak atas perlindungan dan hak atas kekayaan intelektual, mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan kompetensi sebagai tenaga profesional, memperoleh dan dapat memanfaatkan sarana dan prasarana, memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi agar tetap aktual dan mengikuti perkembangan zaman, mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dengan melanjutkan studi ke jenjang lebih atas, memiliki peran dalam penentuan kebijakan pendidikan, berhak atas rasa aman, jaminan keselamatan serta kebebasan berserikat dalam organisasi, dan memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dalam penentuan kelulusan serta dalam hal memberikan penghargaan dan sanksi kepada siswa. Hak-hak guru ini diringkas dalam gambar berikut:

Hak guru yang bersifat finansial merupakan konsekuensi dari program sertifikasi yang diberikan kepada seluruh guru baik yang berstatus pegawai negeri sipil maupun guru non pegawai negeri sipil yang telah memiliki sertifikat pendidik. Alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru ini bersumber dari APBN atau APBD yang telah diatur berdasarkan undang-undang yang berlaku. Skema pemberian kesejahteraan guru berdasarkan pasal 15 ini seperti pada gambar berikut:

Berbeda dengan penjelasan di atas, dalam rangka pemerataan guru di perkotaan dan pedesaan terutama di daerah terpencil, kesejahteraan guru di daerah khusus ini memperoleh perhatian lebih dari Pemerintah dengan mendapatkan hak rumah dinas, kenaikan pangkat secara rutin, dan kenaikan pangkat istimewa seperti pada gambar berikut.

3. Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pada pasal 28 bab VI, dikatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas, adalah dibuktikan dengan ijazah dan sertifikat keahlian, sedangkan kompetensi sebagai agen pembelajaran mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Menurut Permendiknas nomor 16 tahun 2007 ini, bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik. Untuk guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi, Untuk guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditas, sedangkan untuk guru pada SMP/MTs, SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Sedangkan kompetensi yang harus dimiliki adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.

Substansi sertifikasi guru adalah seperti dijelaskan dalam pasal demi pasal pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yaitu: Pasal 1, bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan, dan harus memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV). Pasal 2, bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik. Uji kompetensi dimaksud adalah dalam bentuk portofolio, yaitu penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencakup: kualifikasi akademik; pendidikan dan pelatihan; pengalaman mengajar; perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; penilaian dari atasan dan pengawas; prestasi akademik; karya pengembangan profesi; keikutsertaan dalam forum ilmiah; pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Sedangkan bagi guru yang dinyatakan tidak lulus diharuskan mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan uji kompetensi yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Untuk dapat memberikan gambaran tentang kondisi guru kita berkaitan dengan kualifikasi dan hasil sertifikasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Deskripsi Guru Depdiknas dan Depag

No

Aspek

Depdiknas

Depag

Jml

1

Jumlah guru

2.152.618

584.095

2.736.713

2

Guru yang berpendidikan minimal S1/D4

593.258

224.886

818.144

3

Guru yang belum berpendidikan S1/D4

1.559.360

359.209

1.918.569

4

Guru berpendidikan S1/D4 yang telah mengikuti program sertifikasi

200.450

25.761

226.211

5

Guru berpendidikan S1/D4 yang belum mengikuti sertifikasi

392.808

199.125

591.933

6

Guru yang telah dinyatakan lulus sertifikasi dan mendapatkan sertifikat

181.985

16.586

198.571

7

Guru yang dinyatakan tidak lulus sertifikasi dan tidak mendapatkan sertifikat

18.465

9.175

27.640

E. KESIMPULAN

Berdasarkan anaisis permasalahan di atas, dapat disimpulkan:

Bahwa realitas keterpurukan bangsa ini telah memberikan inspirasi bagi Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan agar sumber daya manusia Indonesia dapat bersaing secara global mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. Wujud political will dari Pemerintah tentang upaya pencapaian visi nasional pendidikan ini diimplementasikan dengan pengambilan kebijakan strategis berupa kebijakan sertifikasi guru dan dosen yang diiringi dengan pemberian insentif yang diasumsikan dapat memenuhi kebutuhan minimum sekaligus pengakuan terhadap profesi sebagai guru dan dosen.

Penetapan kebijakan sertifikasi ini dilakukan secara gradual dan berkesinambungan yang tidak mungkin selesai dalam jangka waktu singkat mengingat keterbatasan anggaran dan kuantitas guru yang sangat banyak. Akan tetapi proses ini tetap konsisten dilakukan sebagai upaya menjamin terbentuknya lembaga pendidikan yang berkualitas yang dapat menghasilkan output berkualitas pula berupa generasi mendatang yang beriman, bertakwa, cakap, mandiri dan mampu mengantisipasi tantangan zaman.

DAFTAR BACAAN

Dann Suganda, Kepemimpinan Dalam Administrasi. (Bandung : Sinar Baru, 1986), hh. 105-106

Duncan MacRae, Jr & James Al Wilde, Policy Analysis For Public Decisions (New York: University Press of America, 1979).

James E. Anderson, Public Policy Making – An Introduction, second edition, (Texas: A&M University, 1994)

Ibnu Syamsi, SU, Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. ( Jakarta : Bumi Aksara, 2000 )

Indriyo Gitosudarmo & I Nyoman Sudita, Perilaku Keorganisasian. (Yogyakarta : BPFE)

R. Wayne Mondy, Consepts, Practices, and Skills, ( USA : McNeese State University, 1993)

R.I.Tricker, Management Information and Control Systems (Canada: John Wiley & Sons,1976 )

Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan, (Jakarta : PT Toko Gunung Agung, 1997)

Tidak ada komentar: